Kadek Windari (25) membuat sketsa lukisan di atas kanvas putih di rumahnya Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali, Selasa (7/6/2016).
Saat itu ia sedang membuat sketsa lukisan bertema Bali Life, yang menggambarkan kehidupan masyarakat Bali tempo dulu.
Keterbatasan kondisi fisik tidak menghalanginya untuk berkarya.
Tangan kirinya menopang tangannya yang tumbuh lebih kecil dari tubuhnya untuk mensketsa obyek yang akan dilukis.
“Karena tulang tangan saya lebih lemah tidak kuat kalau untuk melukis tanpa ditopang,” kata Windari.
Fisik Windari mulai tumbuh tidak normal setelah terjatuh saat dirinya berusia enam tahun.
Sejak saat itulah ia tidak lagi sanggup berjalan dan beraktivitas seperti biasanya karena kedua kaki dan tangannya yang lumpuh.
Gadis ini sejak saat itu pula lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumah saja.
Nasib baik mulai menghampirinya sejak setahun lalu seorang pengusaha, Komang Santiawan yang memiliki hubungan baik dengan almarhum ayahnya, Ketut Punia memberikan bantuan alat lukis dan memotivasinya untuk mulai melukis.
![]() |
Kadek Windari (25) |
Karya lukisannya kemudian diunggah ke media sosial oleh kakaknya, Putu Agus Setiawan (29) yang juga menderita kelumpuhan fisik.
Mulai saat itu banyak masyarakat yang merespon baik karya lukisan Winda. Pesanan pun mulai berdatangan.
“Pemasarannya lewat website dan facebook. Banyak yang pesan dari Jakarta, Malang, Solo, Yogyakarta, Tangerang dan kalau dari Bali banyak dari Denpasar,” tambah Agus.
Agus selama ini berperan sebagai marketing yang mempromosikan dan menerima pesanan lukisan dari media sosial.
Pesanan tidak saja datang dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Australia, Thailand, republik Dominika sampai Amerika.
Winda biasa melukis sesuai pesanan, seringkali orang memesan lukisannya tentang kehidupan masyarakat Bali.
Satu lukisan di atas kanvas berukuran 20x60 centimeter dihargainya senilai Rp 1,5 juta, sedangkan ukuran lebih besar 60x90 centimeter dijualnya seharga Rp 2,5 juta.
Dalam waktu sebulan Winda bisa mengerjakan dua pesanan lukisan besar atau tiga lukisan kecil dengan pendapatan rata-rata Rp 5 juta.
“Sekarang dari hasil melukis setahun lalu sudah bisa merenovasi rumah dan membelikan saya sepeda motor. Winda sekarang merupakan tulang punggung keluarga sejak ayahnya meninggal dua tahun lalu. Kalau saya lebih sibuk merawat ketiga anak saya ini,” kata ibunya, Ketut Warsiki (46).
Winda bercita-cita ingin menyekolahkan adiknya, Bunga Ayu Lestari (5) hingga ke tingkat pendidikan tinggi.
Gadis ini sehari-hari tinggal bersama ibunya, kakaknya Agus dan adiknya Bunga.
Sementara Agus yang juga menderita kelumpuhan yang hampir sama kini sedang dalam proses menerbitkan buku otobiografi keluarga.
Dahulu sebelum kelumpuhannya lebih parah, laki-laki ini juga piawai melukis, tetapi sejak tak lagi bisa melukis kini ia beralih menjadi penulis buku. (via Tribun Bali)